Namanya kempit dara. Dara disini berarti burung dara (dilafalkan dalam bahasa Bali), bukan dara yang merujuk pada perempuan. Kempit ? saya kurang yakin betul apa arti kempit dalam bahasa Bali.
Perkenalan saya dengan kempit dara terjadi saat kunjungan saya dan beberapa teman ke Desa Adat Panglipuran, Bangli, Bali Timur. Saat itu, ada yang menarik perhatian saya saat mengunjungi salah satu rumah warga di desa adat tersebut. Mata saya tertuju pada bangunan yang diletakkan di bagian depan rumah. Bangunan itu adalah dapur.
Dalam beberapa saat, mata saya tidak bisa lepas dari bangunan dapur rumah yang susunan massanya memanjang ke belakang. Apa yang menarik? Atapnya. Atapnya diselimuti dengan sirap bambu. Semakin berumur, semakin menawanlah atap ini dengan tambahan lumut di beberapa sudutnya. Ditambah lagi dengan bubungan atap dan grantang (bagian ujung atap yang seakan 'ditendang') yang lebih tebal dari bagian atap lain. Makin menawanlah atap dapur ini.
Tidak berhenti sampai di situ, masih ada bagian atap yang membuat atap dapur ini semakin unik. Itulah kempit dara, bagian samping atap yang menonjol. Sebuah detil kecil yang membuat perbedaan besar dari segi proporsi dan estetika yang sekaligus memberi kekhasan pada arsitektur rumah Panglipuran.
Keberadaannya di bagian samping membuat atap ini seakan mempunyai sayap. Di saat yang bersamaan, di belakang kempit dara, biasanya dipakai burung dara untuk bertengger. Saya tidak tahu pasti, mana dari dua hal tersebut yang menjadikan detil menawan ini disebut kempit dara. Namun, satu yang pasti bagi saya, keberadaan kempit dara selain fungsional namun juga mengangkat nilai estetika bangunan dapur. Bangunan atau area dapur yang biasa kita sembunyikan keberadaanya, justru menjadi ujung tombak pertunjukkan estetika bagi arsitektur tradisional Panglipuran. Salut !
Perkenalan saya dengan kempit dara terjadi saat kunjungan saya dan beberapa teman ke Desa Adat Panglipuran, Bangli, Bali Timur. Saat itu, ada yang menarik perhatian saya saat mengunjungi salah satu rumah warga di desa adat tersebut. Mata saya tertuju pada bangunan yang diletakkan di bagian depan rumah. Bangunan itu adalah dapur.
Dalam beberapa saat, mata saya tidak bisa lepas dari bangunan dapur rumah yang susunan massanya memanjang ke belakang. Apa yang menarik? Atapnya. Atapnya diselimuti dengan sirap bambu. Semakin berumur, semakin menawanlah atap ini dengan tambahan lumut di beberapa sudutnya. Ditambah lagi dengan bubungan atap dan grantang (bagian ujung atap yang seakan 'ditendang') yang lebih tebal dari bagian atap lain. Makin menawanlah atap dapur ini.
Tidak berhenti sampai di situ, masih ada bagian atap yang membuat atap dapur ini semakin unik. Itulah kempit dara, bagian samping atap yang menonjol. Sebuah detil kecil yang membuat perbedaan besar dari segi proporsi dan estetika yang sekaligus memberi kekhasan pada arsitektur rumah Panglipuran.
Keberadaannya di bagian samping membuat atap ini seakan mempunyai sayap. Di saat yang bersamaan, di belakang kempit dara, biasanya dipakai burung dara untuk bertengger. Saya tidak tahu pasti, mana dari dua hal tersebut yang menjadikan detil menawan ini disebut kempit dara. Namun, satu yang pasti bagi saya, keberadaan kempit dara selain fungsional namun juga mengangkat nilai estetika bangunan dapur. Bangunan atau area dapur yang biasa kita sembunyikan keberadaanya, justru menjadi ujung tombak pertunjukkan estetika bagi arsitektur tradisional Panglipuran. Salut !